Kamis, 28 April 2011

Education System Of Amerika and Indonesia

American Education System
American education system is bit confusing and extremely dissimilar from the education system of your native country. The educational options available in this country are fabulous especially in the higher level. Basically, the USA education system comprises of 12 complete years of primary and secondary education before getting admission in the university or graduate college. It is not necessary that these 12 years of basic education must be completed from within USA and hence, students from other countries are also welcome for higher education. The highlight of USA education system is its adaptability of cutting-edge technology in all the fields of study. In addition to this truth, another impressive element about US education system is that many world leaders, bureaucrats and prominent business tycoons cherish the education system of the country after studying from there.
Needless to say, acquiring an educational experience from the land of USA will drive people to a magnificent and brilliant career life. The education of US starts at the age of five in the 'primary school'. After completing five grades, the student will enter 'secondary school' to get the 'high school diploma' after successful completion of twelve grades. Those who complete high school and would like to attend college or university must attend 'undergraduate' school. These are schools that offer either a two-year degree or a four-year degree in a specific course of study. The course of study is called the 'major', which comprises of the main or special subjects.

The next level of education system in the US is 'graduate school'. After getting the undergraduate degree, the education can be continued for next two levels. The first one is, studying to get 'master's degree' as an extended specialized study of the subject taken up in the under graduation course. It is of two years duration. The next level is to pursue PhD that leads to a doctorate degree. The minimum duration for this is about three years and may vary up to even seven to eight years depending upon the specialized and chosen topic and the ability of students in presenting their thesis. Study abroad students who aspire to go to any part of USA for further studies are advised to have clear idea about the education system of the country.
method most often used in matter at america practice and discussion. their independence is demanded in do task. in argue or discuse, there strong emphasis and think independently. student at america more like to discuse during the free with friends to discuss a certain troubleshoot or theory that can insight increase. they prefer to spend time with keep silence and read all book kind at library. student university patterned thinking berorientasi towards success very tall. they muff only do activity insignificant. their commitment is to learns very tall.

Sistem Pendidikan di Indonesia dalam Kacamata “Pendidikan Kritis”

Dalam UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3 disebutkan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dari rumusan ini dapat disimpulkan bahwa pendidikan memiliki peranan yang penting sehingga diperlukan adanya sistem yang dapat mengakomodir fungsi dan tujuan agar tercipta sinergitas antara fungsi dan tujuan tersebut.
Realita pendidikan di Indonesia saat ini menunjukkan adanya proses pembaharuan sistem secara berkelanjutan. Mulai dari standardisasi nilai Ujian Akhir Nasional hingga kebijakan penerapan otonomi kampus di Perguruan Tinggi dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Semua sistem yang hari ini berusaha diterapkan pada dunia pendidikan di Indonesia menimbulkan berbagai fenomena unik, mulai dari penolakan keras hingga kritik terhadap sistem tersebut.
Dr.dr.B.M Wara Kushartanti (pemerhati pendidikan.red), mengungkapkan bahwa sistem pendidikan Indonesia tidak membuat siswa kreatif karena hanya terfokus pada proses logika, kata-kata, matematika, dan urutan dominan. Akibatnya perkembangan otak siswa tidak maksimal dan miskin ide baru.[2] Pernyataan tersebut mungkin ada benarnya jika dikaitkan dengan proses pendidikan hari ini. Value Oriented yang dimaknai sebagai hasil akhir, bukan dari proses yang dilakukan, terkadang menjerumuskan paradigma pendidikan. Sehingga tak aneh ketika seorang sarjana dengan IPK Cum Laude tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengaplikasikan ilmu yang didapatkan di bangku perkuliahan. Orientasi pada nilai cenderung mengesampingkan proses kreatifitas yang justru dibutuhkan ketika “terjun” di masyarakat.
Dalam pandangan kritis, tugas pendidikan adalah melakukan refleksi kritis terhadap sistem dan “ideologi dominan” yang tengah berlaku di masyarakat, menantang sistem yang tidak adil serta memikirkan sistem alternatif ke arah transformasi sosial menuju suatu masyarakat yang adil. Dengan kata lain, tugas utama pendidikan adalah “memanusiakan” kembali manusia yang mengalami “dehumanisasi” karena sistem dan struktur yang tidak adil.[3] Konsep yang coba untuk dituangkan oleh Paulo Freire, seorang pemikir berkebangsaan Brazil adalah “proses pendidikan Sosial”. Dalam hal ini, sistem pendidikan menempatkan pelajar sebagai subjek bukan objek. Sedangkan realita sosial yang terjadi di sekitar dijadikan sebagai materi pembelajaran. Proses ini mengantarkan terwujudnya dialektika dan kesadaran kritis dari tiap individu.
Terkait dengan sistem pendidikan di Indonesia yang masih berorientasi pada nilai akhir, maka konsep “pendidikan kritis” oleh Paulo Freire ini dapat merubah paradigma pendidikan tersebut. Perubahan paradigma pendidikan yang berorientasi pada nilai agaknya perlu diikuti dengan perubahan sistem yang lebih “humanis” dan berkeadilan karena mengingat kembali bahwa tujuan yang diemban negara Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang berlandaskan pancasila. Pada akhirnya, pendidikan tak hanya dimaknai sekedar ajang mencari nilai bagus dan ijazah sebagai bentuk legitimasi. Namun lebih dari itu, pendidikan adalah suatu proses untuk memanusiakan manusia dan membentuk manusia yang beradab dan berkontribusi bagi peradaban bangsa.

Kesimpulan :
Sistem pendidikan di Indonesia terlalu menekankan pada teori. Semuanya berdasarkan teori. Memang sekolah mempunyai lab, namun jarang digunakan. Siswa-siswa SD diajarkan materi yang jauh melebihi kemampuan nalarnya. Secara akademis, mereka bagus. Namun, begitu disuruh melakukan praktek, mereka kelabakan. Semua orang tahu kalau air garam adalah elektrolit, tapi tidak semua orang bisa mempraktekkan kegunaannya. Orang Amerika berbeda lagi. Mereka memiliki rasa ingin tahu dan sikap ilmiah yang cukup tinggi. Sistem pendidikan berbasis padalearning by doing atau “belajar dengan cara melakukan”. Jika anda berkunjung ke sekolah Amerika, biasanya pada pelajaran sains, lab pasti ramai. Selain itu, di beberapa sekolah, terdapat kewajiban kerja amal. Ini melatih soft skill siswa untuk hidup di masyarakat. Sebagai perbandingan, dalam kurikulum Amerika tidak dikenal adanya “Pendidikan Agama” ataupun “Budi Pekerti” atau “Pendidikan Anti-Korupsi”. Tapi apakah itu berarti mereka tidak punya moral dan akhlak? SALAH BESAR! Di Indonesia, kita hanya mempelajari teori Budi Pekerti, bukan mempraktekkan, sedang orang Amerika sudah belajar etika dari masyarakat sejak kecil.

Referensi :
http://www.indobase.com/study-abroad/countries/usa/usa-education-system.html
http://www.indobase.com/study-abroad/countries/usa/usa-education-system.html
http://aneh-aneh.maribisnishosting.co.cc/4-perbedaan-terbesar-orang-indonesia-dan-amerika/
http://ssnews.stikom.edu/2011/02/14/sharing-budaya-belajar-di-amerika-bersama-konsul-jendral-amerika-serikat/